15 Nov 2010

Cendana dan Istana a la Desa

           Romantisme desa, sebuah kehidupan masyarakat desa yang terkenal akan kerukunan dan kebersamaannya dengan lingkungan yang bergitu asri. Fenomena ini begitu dirindukan banyak orang. Rindu? Berarti dapat dikatakan romantisme itu telah pudar atau bahkan hilang sehingga kita rindu merasakannya kembali. Entah bagaimana hal tersebut bisa terjadi namun itulah kenyataan yang samar  terlihat di desa Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Desa yang dulu pernah mendapat predikat desa percontohan di tahun 1980-an kini tidak lagi ada gaungnya. Dalam waktu hampir 2 bulan dalam Kuliah Kerja Profesi Fakultas Ekologi Manusia (KKP FEMA) 2010, menilik beberapa poin penting terkait hal di atas, yaitu salah satunya adalah para aktor yang berselisih jalan dan pendapat.  Padahal  perbedaan diantara anggota masyarakat desa hendaknya tidak menjadi penghalang bagi kemajuan desa, tapi nyatanya ego-lah yang berbicara. Pembicaraan mengenai sesama masyarakat terdengar hampir setiap hari, mulai dari percakapan mengenai teman sekelas di kalangan anak-anak, gosip diantara ibu-ibu, sampai kinerja kepala desa di kalangan bapak-bapak. Terlihat wajar mungkin, namun menjadi tidak wajar jika sudah sampai saling menjatuhkan. Hadirnya kelembagaan di kalangan masyarakat desa ternyata juga memunculkan jurang heterogenitas yang membentuk fenomena ketimpangan antara masyarakat yang memiliki akses lebih dan kelompok masyarakat lain yang memegang kekuasaan. Beberapa pembicaraan dengan perangkat desa saat KKP lalu memunculkan sebuah kekhawatiran mengenai bagaimana keadaan desa mendatang jika ketimpangan antara masyarakat terjadi seperti ini.
Desa Cilember merupakan desa yang cukup luas, terdiri dari 3 RW. Di Rw 1 tepatnya RT 05, terdapat fenomena yang cukup unik terkait dengan aktor atau biasa kita sebut dengan elit desa yaitu dimana elit desa bukan saling bekerjasama dalam mencapai tujuan melainkan berusaha untuk menunjukkan eksistensinya di depan elit lain yang berdampak pada terbentuknya dua kubu didaerah tersebut.
                Terdapat beberapa aktor atau elit di RT 05/RW 01 Desa Cilember diantaranya adalah perangkat desa dan tokoh desa. Perangkat desa merupakan masyarakat yang tergabung dalam organisasi-organisasi atau kumpulan yang dibentuk oleh pemerintah/desa. Diantaranya adalah pengurus PNPM, bagian dari badan musyawarah desa dan sebagainya. Mereka mempunyai pengaruh didesa, khusunya di RT dikarenakan merekalah pemangku kepentingan dari pemerintah, mereka merupakan salah satu pintu dana maupun program-program dari pemerintah. Hal ini menarik ketika ternyata hampir semua dari perangkat desa ini merupakan satu keluarga besar, yang tidak lain merupakan ibu, anak, saudara, atau ipar. Masing-masing mempunyai ikatan kekerabatan yang dekat. Rumah merekapun tidak menyebar, melainkan saling berdekatan bahkan bersebelahan. Tipe maupun fasilitas yang dimilikipun hampir sama. Jika dibandingkan dengan rumah lain, mereka memiliki fasilitas dan tingkat ekonomi yang cukup baik dibandingkan sekitarnya.
                Elit lainnya adalah tokoh-tokoh desa. Masyarakat yang disebut dengan tokoh desa adalah masyarakat yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat desa, baik karena cukup lama tinggal di daerah tersebut, keturunan tokoh penting sebelumnya, maupun karena mengikuti kegiatan program-program yang ada namun diluar program desa. Merujuk hal ini, tokoh-tokoh desa tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Tingkat ekonomi mereka tidak sebaik masyarakat yang tergabung dalam elit dari perangkat desa. Mereka berpengaruh dikarenakan kharisma dan sejarah keluarga mereka. Persamaan dengan masyarakat yang tergolong elit dari perangkat desa adalah, tokoh-tokoh ini merupakan saudara anatara satu dengan yang lainnya. Mereka merupakan satu keluarga besar yang dulunya keluarga mereka pernah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap masyarakat setempat.
                Kedua kelompok elit ini dalam melakukan perannya tidak saling melengkapi satu dengan lainnya, dalam melaksanakan perannya kedua kelompok ini tidak saling bersinergi melainkan saling menunjukkan eksistensi mereka sendiri. Melihat realitas ini masyarakatpun memberi julukan terhadap kedua kelompok elit ini yang mana elit dari perangkat desa di analogikan dan disebut sebagai keluarga istana. Rumah-rumah keluarga istana terlihat lebih mencolok daripada rumah warga yang lain. Dengan  TV layar datar 21 inch, serta perangkat rumah tangga yang terkesan mewah mengagetkan kami sebagai mahasiswa KKP yang notabene telah melihat rumah-rumah warga sebelumnya yang jauh lebih sederhana. Hal tersebut dikarenakan mereka merupakan keluarga yang memiliki pengaruh dikarenakan jabatan mereka dalam kepemerintahan desa, sedangkan elit dari tokoh desa dianalogikan dan disebut sebagai keluarga cendana. Hal ini merujuk kepada keluarga cendana yang dinggap masih mempunyai pengaruh besar terhadap publik diakibatkan sejarah keluarga yang mereka miliki walaupun mereka tidak lagi mempunyai jabatan struktural di kepemerintahan. Keluarga cendana merupakan keluarga yang dianggap masyarakat sebagai ‘sesepuh’ desa, karena seluruh anggotanya yang merupakan warga asli desa tersebut serta pengaruhnya yang besar terhadap kemajuandesa selama ini.
                Ketidak sinergisan yang ditunjukkan oleh dua keluarga ini terlihat dari apabila terdapat program yang sedang dijalankan oleh keluarga cendana maka keluarga istana tidak berpartisipasi didalamnya padahal mereka merupakan perangkat desa yang seharusnya ikut membantu program-program yang ada di lingkungan mereka dan jika terdapat program yang sedang dijalankan oleh keluarga istana, keluarga cendana pun tidak merespon baik, hal ini seperti adanya partai oposisi dalam kepemerintahan.
                Dalam membangun desa diperlukan adanya kesamaan serta penyatuan kepentingan antar elit yang nantinya melahirkan kerjasama antar elit desa dalam membangun desa tersebut. Pembangunan yang dilakukan secara parsial dan tidak holistik justru akan menghambat pertumbuhan desa tersebut, karena pembangunan yang dilakukan tidak menyeluruh dan belum tentu dibutuhkan masyarakat, karena kepentingan in-grup cenderung lebih mendominasi dibandingkan publik.
Pada hakikatnya manusia diciptakan dalam segala perbedaan. Berbeda warna kulit, kebangsaan, terlebih lagi sifat, karakter, pola pikir, serta visi dan misi atau tujuan hidup masing-masing individu. Hal ini akan sangat berpengaruh dengan bagaiamana ia akan bertindak dan mempengaruhi kelompoknya, namun ketika perbedaan visi antar individu dalam masyarakat tersebut tidak terkelola dengan baik, maka akan timbul sebuah benturan yang dapat berakibat pada rusaknya rasa kebersamaan dan persatuan yang selama ini terjaga. Kasus yang terjadi di desa cilember dimana elit-elit desa kurang bekerjasama memberikan dampak tidak lancarnya kelembagaan yang berjalan disana. program yang berjalan disana selalu sering terdapat indikasi intrik-intrik tertentu walaupun belum ada bukti yang cukup jelas. Hal ini dikarenakan masyarakatpun terbagi menjadi dua kubu, sehingga rasa saling percaya diantara mereka pun berkurang.
Jika hal ini tidak segera diperbaiki, maka masyarakatlah yang akan terkena imbas negatifnya, bukan hanya pembangunan yang tidak berjalan tetapi juga terdegradasinya mental masyarakat untuk maju dikarenakan krisis kepercayaan. Kemajuan dan kesejahteraan desa dipegang tidak hanya oleh satu individu atau satu keluarga namun kemajuan desa dapat diperoleh dengan peran berbagai pihak yang saling membantu bersama dengan semangat kebersamaan untuk menjadikan desa lebih baik dan sejahtera.